Senin, 04 Oktober 2010

Malu

Aku ini satu pemudi
satu dari berjuta-juta di negeri ini
Aku hanya malu
Malu ketika merenung
   tentang akhlakku...
   tentang ibadahku...
   tentang fungsiku...

Aku malu pada Tuhan
Ketika nikmat-Nya tak kusyukuri
Ketika perintah-Nya tak kujawab
dan ketika aku sombong dihadapan-Nya

Aku malu kepada waktu
Yang selalu berlari disaat aku berjalan
Yang terabaikan sehingga aku terlambat
Yang terbengkalai sehingga aku lalai

Aku malu kepada orangtua
Yang selalu memberi walau aku tak mampu memberi
Yang tetap ramah walau aku marah
Yang tetap sabar walau aku tak gencar

Aku malu kepada negeri ini
Ketika aku kalah dari kemalasan
Ketika aku terlalu menganggapnya besar
Sehingga tak berani menyelesaikan masalahnya
Ketika aku meminta lebih,
   padahal sedikit yang kuberi

Biarlah yang kusampaikan hanya malu
   agar aku sadar malu


Karya : Nurul Jasmine Fauziah

The Adventures of Sherlock Holmes

Senin, 06 September 2010

Sahabat

Aku bersyukur,
mereka pernah singgah di kehidupanku
Menebar inspirasi
Menanamkan keyakinan
Menghilangkan kegoyahan
dan saling menguatkan pendirian

Mereka menjadikan setiap tawa begitu berarti
Membuat tiap tetes air mata begitu berharga
Menjadikan tiap luka terasa manis
dan tiap nafas mengandung kebahagiaan

Kita t'lah arungi samudera kepahitan bersama
untuk bisa berlabuh di teluk cita-cita dan harapan
Kita t'lah terjang ombak dan badai
untuk bisa kembali melihat pelangi yang tersembunyi
di balik awan hitam

Namun kini,
kita tiba di gerbang perpisahan
Bersiap meniti langkah baru
Menuju masa depan

Usahlah kau bersedih kawan,
Mari berharap pada Tuhan
Agar kelak kita kembali dipertemukan
di Taman Firdaus yang penuh keindahan

Menuju Jalan Terang

Teringat masa itu
Aku masih sendiri
Berjalan di lorong gelap
Tanpa tau arah

Aku mencari cahaya
Aku mencari petunjuk
Aku mencari telaga
Aku mencari jiwaku

Hingga suatu saat,
Ia mengirimkan pesan cinta
Begitu lembut,
merasuki kalbuku

Lalu aku seolah bangkit
Hatiku lapang, jalanku terang
Jiwaku telah pulang
Jiwaku telah kembali

Kini kugenggam erat pelita itu
Takkan kulepas lagi
Sampai aku kembali
Pada Pemilik jiwa ini

Selasa, 27 Juli 2010

Sebuah Langkah Baru: Antara Ketidakbijakan dan Pemanfaatan Sisa Waktu


Hari ini, Selasa tanggal 27 Juli 2010 diadakan Ekskul Promotion (EXPO) di sekolahku. Acara ini bertujuan untuk mempromosikan ekskul-ekskul kepada para peserta didik baru, dan mereka dapat bebas memilih untuk mengikuti ekskul, maksimal 2 ekskul. Dalam EXPO ini, setiap ekskul diberi kesempatan untuk tampil mempromosikan ekskul mereka di depan penonton selama 10 menit, dan setiap ekskul juga disediakan stand tersendiri sebagai basecamp dan tempat pendaftaran.

Acara ini dimulai pagi hari, sekitar pukul 7.30, diawali dengan pembukaan dan pembacaan doa oleh petugas OSIS. Selanjutnya dilanjutkan dengan penampilan pertama dari ekskul Tari Betawi (saya sebenarnya baru tahu kalau di sekolah saya ada ekskul ini hehehe). Tapi, baru sekitar 5 menit mereka menari, hujan mulai turun rintik-rintik. Hari ini memang mendung. Penonton yang tadinya antusias menonton pun mulai keluar dari lapangan dan mencari tempat berteduh. Namun, apa daya bagi para penari, mereka tak punya pilihan dan tetap melanjutkan tarian mereka walau hujan semakin menderas.

Karena hujan yang lumayan deras, kondisi jadi sangat tidak mendukung untuk dilanjutkannya parade EXPO, sehingga panitia pun memutuskan untuk menunda penampilan selanjutnya sampai hujan reda, atau setidaknya tidak terlalu deras. Masa penantian ini bukan saat yang begitu menyenangkan, karena sekolah jadi becek, sedangkan kita tidak punya tempat yang nyaman dan kering untuk menunggu. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke masjid saja sekedar untuk berteduh.

Saat saya sudah sampai di dekat tangga masjid, ada 2 orang adik kelasku anggota ekskul KIR yang datang menawarkan produk mereka, berupa snack ikan berkalsium tinggi. Aku memang sudah berencana untuk membelinya (karena snack ini adalah produk penelitian temanku), dan akhirnya aku membeli 2 bungkus snack itu, sebelum akhirnya aku duduk di tangga masjid untuk menikmatinya. Lumayan, untuk mengisi waktu saat menunggu hujan reda. Aku membagi snack itu dengan beberapa temanku, dan mereka menyukainya. Ide teman-teman KIR ku memang kreatif, membuat penganan nikmat yang juga sehat, walaupun aku kurang yakin dengan bumbu penyedap yang rasanya mengandung MSG.

Setelah sekitar setengah jam kemudian, hujan mulai reda dengan langit yang masih mendung. Acara dilanjutkan. Aku kurang tertarik untuk menyaksikan parade, jadi aku memutuskan untuk berkeliling melihat stand-stand ekskul lain. Incaran pertamaku: stand KIR.

Disana, mereka memajang piala-piala yang berhasil mereka kumpulkan, foto-foto kegiatan mereka, serta beberapa produk hasil penelitian mereka. Aku berkeliling sebentar dan melihat-lihat isi dari stand itu.

Di bagian depan, terpajang sebuah robot sensor suara buatan teman KIR ku. Di meja samping stand itu, terdapat bagian pendaftaran. Penjaga bagian pendaftaran juga adalah adik kelasku yang senantiasa mengomporiku untuk bergabung bersama KIR 90. Aku sungguh teramat sangat tergoda untuk mendaftar menjadi anggota, yang pada akhirnya kulakukan. Ya, aku mendaftar menjadi anggota KIR SMAN 90.

Bagaimana menurutmu? Apakah aku masih dalam batas kewarasan? Hahaha, bayangkan saja, akibat sebuah obsesi yang tertunda, aku nekad untuk mendaftar. Lumayan, setelah menyerahkan formulir, aku dapat gantungan kunci gratis bertuliskan "Reach 90".

Tapi ternyata, yang gila bukan hanya aku. 2 orang temanku pun kuajak dan kuprovokasi untuk ikut mendaftar menjadi anggota KIR, disaat kami telah duduk di bangku kelas 3 SMA. Dengan provokasiku, mereka mendaftar. Di formulir pendaftarannya, ada kolom isian mengenai alasan ikut (bergabung), inilah jawaban kami:
  • Aku: "Demi kebahagiaan"
  • Teman 1: "Obsesi tertunda"
  • Teman 2: "Untuk mencapai kesuksesan dunia akhirat"
Hahaha, konyol, tapi serius. Itulah kami, para mantan calon anggota KIR yang pada akhirnya mendaftar juga. Pada awalnya aku bahagia karena berani mendaftar, tapi lama kelamaan, aku mulai menyadari bahwa mungkin ini bukanlah ide yang bagus, mengingat aku sudah kelas 3, dan masih memiliki tanggung jawab di FORTRIS. Hal ini tidak rasional dan realistis. Kami pun pasrah terhadap apa yang telah kami lakukan, karena kami benar-benar ingin merasakan menjadi anggota KIR, sekali saja, bahkan satu semester saja pun cukup.

Dan sampai sekarang pun, aku masih berpikir, apakah tindakanku itu merupakan bentuk ketidak-bijakan ku, atau termasuk usahaku dalam memanfaatkan waktu yang tersisa di masa SMA, karena tidak mungkin aku dapat mengulang masa ini lagi.

Semoga Allah merahmati kita, mengampuni kita dari kesalahan dan tindakan gegabah yang kita lakukan. Ya Allah, semoga langkahku ini benar. Amin.

Kamis, 17 Juni 2010

KIR?

Hmm, salah satu hal yang bagi saya sangat dilematis semasa SMA ini adalah, keikutsertaan saya dalam KIR. KIR adalah salah satu ekskul di sekolah saya, yang merupakan kependekan dari Kelompok Ilmiah Remaja. Dari namanya kita bisa tahu, bahwa "kerjaan" anak-anak KIR adalah meneliti, melakukan penelitian, membuat makalah penelitian, dsb. Sujujurnya, melakukan penelitian, berhipotesis, mematahkannya dan mengajukannya adalah salah satu kegemaran saya. Mungkin ini memang salah satu efek dari seringnya saya menonton acara TV yang berbau ilmiah, sehingga terkonsep dalam pikiran saya.


Namun, ada beberapa hal yang membuat saya sampai sekarang tidak juga mendaftar menjadi anggota KIR. Beberapa alasan memang sangat subjektif, itu yang saya sayangkan. Saya masih sulit untuk memisahkan antara urusan pribadi dan non-pribadi. Alasan lainnya, adalah karena saya sudah tergabung menjadi anggota Rohis dan Fortris, yang sudah banyak menyita waktu saya. Saya ini termasuk orang yang tidak terlalu baik dalam mengatur waktu, jadi yaa, saya takutnya, bila ikut KIR nanti, urusan Rohis dan Fortris menjadi terbengkalai. Jadi saya memutuskan untuk tidak bergabung dulu dengan KIR untuk saat-saat ini.


Setelah saya memutuskan untuk tidak menjadi bagian dari KIR pun, begitu banyak fakta yang membuat saya menyesal karena membuat keputusan itu. Salah satunya adalah kenyataan bahwa KIR 90 baru saja memenangkan lomba penelitian di SMAN 8 Jakarta, juara 1 di bidang IPA, juara 1 di bidang Rekayasa Teknologi, dan juara 2 di bidang IPS. Entah bagaimana, saya turut merasa bangga, juga sedikit iri. Bangga, mungkin karena saya juga merupakan siswa 90, yang diharumkan namanya oleh mereka. Iri, karena setiap melihat foto-foto lomba mereka, saya selalu teringat, betapa saya bisa saja menjadi bagian dari kesuksesan itu bila saja dulu saya memutuskan untuk menjadi anggota KIR.


Belakangan ini pun, saya mendapat tawaran dari beberapa teman saya yang aanggota KIR, untuk masuk KIR sekarang. Tapi, pasti garing. Juga, setiap kali ada pertemuan, saya selalu berhalangan hadir karena berbagai alasan. Saya juga ditawari untuk ikut menjadi anggota KIRJAS (KIR Jakarta Selatan) oleh mereka. Saya tidak bisa memutuskan, antara hasrat dan kenyataan sedikitnya waktu yang saya miliki.


Tapi, yang saya heran, salah satu teman saya, bisa menjadi anggota dari tiap organisasi yang saya sebutkan di atas. Dia adalah ikhwah saya di Rohis dan Fortris, dia juga anggota KIR, dan sekarang ini, baru masuk KIRJAS. Dia terlihat santai dengan segala aktivitasnya. Santai, tapi jalan. Mungkin karena dia memiliki kendaraan sendiri, sehingga mobilitasnya menjadi lebih mudah. Mas'ul saya di Fortris pun juga seorang anggota KIR sejati. Tapi, kenapa saya tidak bisa?


Entahlah, mungkin untuk sekarang ini saya belum bisa memutuskan. Entah satu bulan lagi...